Sebagian besar indeks saham Asia melemah pada perdagangan Senin, dengan pasar saham Korea Selatan mengalami penurunan tajam ke level terendah dalam lebih dari satu tahun. Penurunan ini terjadi di tengah meningkatnya ketegangan politik domestik di negara tersebut, sementara pelaku pasar juga mencermati data ekonomi utama dari China dan Jepang.
Kekhawatiran terhadap risiko geopolitik turut menekan sentimen investor, terutama setelah laporan bahwa pasukan pemberontak telah menggulingkan Presiden Suriah Bashar al-Assad dan mengambil alih kontrol atas Damaskus. Berita bahwa al-Assad telah tiba di Moskow, sementara pasukan Israel masuk ke wilayah Suriah, menambah ketegangan di kawasan Timur Tengah.
Saham Korea Selatan Memimpin Penurunan di Asia
Indeks KOSPI Korea Selatan merosot lebih dari 2% pada Senin, menyentuh level terendah sejak awal November 2023, setelah pekan lalu juga mencatat penurunan lebih dari 1%. Gejolak politik di Korea Selatan semakin dalam setelah jaksa memulai investigasi pidana terhadap Presiden Yoon Suk Yeol pada Minggu atas upayanya memberlakukan hukum darurat militer di negara tersebut.
Presiden Yoon berhasil lolos dari pemakzulan oleh parlemen yang dikuasai oposisi pada Sabtu, tetapi tekanan dari partainya sendiri menunjukkan kemungkinan bahwa ia akan tersingkir sebelum akhirnya mengundurkan diri. Ketidakstabilan politik ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor karena potensi dampak luas yang dapat dirasakan di seluruh Asia.
Sementara itu, indeks PSEi Filipina turun 0,7%, sedangkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia cenderung stagnan. Di Australia, S&P/ASX 200 melemah tipis 0,2%, dan kontrak berjangka Nifty 50 India menunjukkan pembukaan pasar yang cenderung datar.
Reaksi Tertahan Terhadap Data Ekonomi Jepang dan China
Di Jepang, Nikkei 225 naik 0,3%, sementara TOPIX menguat 0,4% setelah data PDB yang dirilis Senin menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang sedikit lebih tinggi dari perkiraan pada kuartal ketiga. Meski demikian, pertumbuhan ini masih jauh di bawah pencapaian kuartal sebelumnya, memicu keraguan mengenai kemampuan Bank of Japan untuk menaikkan suku bunga lebih lanjut. Pasar masih terpecah pendapat terkait kemungkinan kenaikan suku bunga oleh BOJ pada pekan depan.
Saham-saham di China menunjukkan kenaikan tipis, dengan Shanghai Composite menguat 0,4% dan Shanghai Shenzhen CSI 300 naik 0,2%. Data inflasi konsumen yang dirilis Senin menunjukkan kontraksi lebih besar dari perkiraan pada November, mengindikasikan bahwa upaya stimulus terbaru belum mampu mengatasi tren deflasi yang terus berlangsung. Inflasi harga produsen juga tetap lemah, meskipun terdapat sedikit perbaikan dalam aktivitas bisnis. Hal ini mencerminkan lebih dari dua tahun penurunan inflasi PPI, yang dipengaruhi oleh lemahnya permintaan domestik dan lambatnya pemulihan sektor properti.
Fokus pasar pekan ini akan tertuju pada Konferensi Kerja Ekonomi Pusat (CEWC) tahunan China untuk mencari petunjuk lebih lanjut mengenai langkah-langkah stimulus tambahan dari bank sentral negara tersebut.
Perhatian Global Tertuju pada Inflasi AS
Di tengah dinamika pasar Asia, investor global menantikan data inflasi Indeks Harga Konsumen (CPI) AS yang akan dirilis pada Rabu. Data ini penting untuk memahami arah kebijakan suku bunga Federal Reserve. Data ketenagakerjaan AS yang dirilis Jumat lalu menunjukkan pertumbuhan tenaga kerja non-pertanian (NFP) yang lebih kuat dari perkiraan pada November. Namun, hal ini belum cukup mengubah ekspektasi pasar terhadap kemungkinan pemangkasan suku bunga oleh The Fed pada pekan depan.
Kontrak berjangka saham AS bergerak stabil dalam perdagangan Asia, mencerminkan sikap hati-hati pelaku pasar terhadap perkembangan ekonomi global.
Sumber: Investing.com