Hari Selasa ini, pasar keuangan Asia mengalami goncangan saat ekuitas di kawasan tersebut mencapai level terendah dalam lebih dari 11 bulan. Sementara itu, nilai tukar dolar bergerak gamang, mencermati serangkaian data ekonomi yang akan memberikan petunjuk mengenai kebijajkan The Fed selanjutnya.
Harga minyak, yang merupakan barometer penting dalam dinamika pasar global, mencoba memulihkan sebagian dari kerugian pada hari sebelumnya. Namun, ketegangan mendominasi pasar karena kekhawatiran meluasnya perang Israel-Hamas yang bisa melibatkan wilayah penghasil minyak.
Indeks MSCI Asia-Pasifik di luar Jepang turun 0,28% ke level 473,37, mencapai level terendah sejak November 2022 pada 472,73. Indeks ini sudah turun sebesar 3% selama bulan ini dan tampaknya akan mencatatkan bulan ketiga berturut-turut dalam zona merah. Di sisi lain, Nikkei Jepang mengalami penurunan hampir 1%.
Saham-saham di China tetap berada di bawah tekanan, dengan Indeks Komposit Shanghai naik 0,32%, sementara Indeks Hang Seng Hong Kong melorot sebesar 0,5%. Indeks CSI300 China, yang mencakup saham-saham unggulan, berhasil naik 0,2% setelah mencapai level terendah dalam 4,5 tahun pada hari Senin.
Komentar Chief Investment Officer Dalma Capital, Gary Dugan, menyoroti bayangan inflasi yang kian mendekati, terutama dengan kenaikan tajam harga minyak belakangan ini. Dugan mengatakan, “Jika harga minyak tetap pada level ini hingga akhir tahun 2023 dan masuk ke tahun 2024, ini bisa memicu gelombang inflasi baru dalam ekonomi global.”
Di AS, pasar saham bervariasi pada penutupan hari Senin, dengan investor memusatkan perhatian pada laporan pendapatan perusahaan besar pekan ini, termasuk Microsoft, Meta Platforms (induk perusahaan Facebook), dan Amazon.
Selain laporan keuangan, semua mata akan tertuju pada sejumlah data ekonomi yang akan dirilis sebelum pertemuan Federal Reserve pada 31 Oktober – 1 November. Departemen Perdagangan AS akan mengumumkan Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal ketiga pada hari Kamis, yang diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,3%. Selain itu, laporan Konsumsi Pribadi yang Luas (PCE) yang mencakup berbagai aspek pengeluaran pribadi akan dirilis pada Jumat dan diharapkan akan menunjukkan penurunan inflasi tahunan baik secara keseluruhan maupun inti.
Sebelum data-data ini, investor akan mengamati data Indeks Manajer Pembelian (PMI) dari Inggris, Prancis, zona Euro, dan Amerika Serikat yang akan dirilis pada hari Selasa.
Kemudian, dalam pasar obligasi, yield (imbal hasil) obligasi AS berdasarkan obligasi 10 tahun sempat naik di atas 5,0% pada hari Senin sebelum segera kembali turun. Pada sesi perdagangan Asia, yield naik 1 basis poin menjadi 4,848% pada hari Selasa. Kenaikan yield ini disebabkan oleh ekspektasi pertumbuhan ekonomi AS yang lebih kuat serta kebutuhan akan penerbitan lebih banyak obligasi untuk mendanai pengeluaran pemerintah yang semakin tinggi.
Di pasar mata uang, nilai tukar dolar melemah terhadap sejumlah mata uang, setelah mengalami penurunan sebesar 0,5% pada hari Senin. Indeks dolar juga melanjutkan pelemahannya, turun sebesar 0,038% menjadi 105,56. Yen Jepang tetap tertekanan, meskipun mendapatkan sedikit keringanan karena melemahnya dolar. Mata uang Jepang berada pada level 149,62 per dolar, setelah sebelumnya mencapai level 150 pada hari Jumat dan Senin.