Ketegangan Dagang AS-China Semakin Meningkat
Ketegangan dagang AS-China kembali menjadi sorotan utama setelah Presiden Donald Trump menegaskan bahwa perang dagang antara kedua negara masih berlangsung. Dalam pernyataannya, Trump menanggapi pertanyaan media dengan kalimat tegas: “Well, you’re in one now.” Ucapan tersebut memperkuat sinyal bahwa ketegangan dagang AS-China belum menunjukkan tanda-tanda mereda.
Meskipun Menteri Keuangan Scott Bessent sempat menyebut kemungkinan perpanjangan jeda tarif antara kedua negara, Trump tetap berencana bertemu Presiden Xi Jinping akhir bulan ini. Namun, situasi di lapangan menunjukkan sebaliknya — hubungan kedua negara semakin tegang dalam sepekan terakhir.
Ancaman Tarif Baru dan Dampaknya
Trump mengumumkan rencana untuk mengenakan tambahan tarif 100% pada barang-barang asal Tiongkok mulai 1 November. Langkah ini diambil setelah Beijing mengumumkan kebijakan baru terkait pembatasan ekspor mineral tanah jarang (rare earth minerals).
Sebelumnya, sempat ada harapan pasar akan mereda ketika Trump menulis di Truth Social: “Don’t worry about China, it will all be fine!” Namun, harapan itu sirna setelah China menjatuhkan sanksi pada unit perusahaan pelayaran asal Korea Selatan yang beroperasi di Amerika Serikat. Sebagai respons, Trump mengancam akan memperketat perdagangan, terutama setelah Tiongkok menghentikan impor kedelai dari AS.
Dengan situasi ini, ketegangan dagang AS-China terus meningkat dan menciptakan ketidakpastian di pasar global.
Negosiasi Tarif dan Imbasnya ke Ekonomi AS
Saat ini, AS menunda penerapan tarif terhadap produk asal Tiongkok hingga 10 November. Tarif tersebut sebelumnya mencapai hampir 145%. Langkah ini memberi waktu bagi kedua negara untuk bernegosiasi dan mencari kesepakatan dagang yang lebih luas.
Di sisi lain, Tiongkok sempat menaikkan tarif atas barang-barang AS hingga 125% sebelum akhirnya menunda penerapan. Langkah saling tekan ini menunjukkan bahwa persaingan dagang masih sangat ketat.
Goldman Sachs melaporkan bahwa konsumen Amerika menanggung lebih dari separuh beban tarif Trump. Banyak perusahaan menaikkan harga produk untuk menutup biaya tambahan, sehingga tekanan inflasi makin terasa di pasar domestik.
Tantangan Hukum dan Strategi Industri
Mahkamah Agung AS akan mulai mendengar gugatan terhadap kebijakan tarif “resiprokal” Trump pada awal bulan depan. Kebijakan tersebut menetapkan tarif berbeda untuk setiap negara dan kini menghadapi tantangan hukum dari berbagai pihak.
Jika pengadilan memutuskan menolak kebijakan tersebut, dampaknya bisa signifikan terhadap strategi tarif pemerintahan Trump.
Sementara itu, beberapa sektor industri mulai beradaptasi. Misalnya, Stellantis mengumumkan investasi senilai 13 miliar dolar AS dalam empat tahun ke depan untuk menciptakan 5.000 lapangan kerja baru, demi mengurangi dampak tarif terhadap produksi otomotif.
Selain itu, Apple tetap berusaha menjaga hubungan baik dengan Tiongkok. CEO Tim Cook bahkan bertemu Menteri Industri Beijing dan berkomitmen menambah investasi di sana, meskipun Trump mengancam akan menambah tarif atas produk buatan luar negeri, termasuk iPhone.
Dampak Langsung ke Sektor Konsumen
Sejumlah tarif baru telah diberlakukan sejak awal Oktober. Tarif untuk lemari dapur dan perlengkapan kamar mandi mulai berlaku pada 1 Oktober, sementara tarif untuk produk kayu dan furnitur diberlakukan pada 14 Oktober.
Kenaikan harga di berbagai sektor menjadi bukti nyata bagaimana perang dagang memengaruhi kehidupan masyarakat. Banyak analis menilai bahwa jika eskalasi terus berlanjut, daya beli masyarakat Amerika bisa tertekan menjelang akhir tahun.
Kesimpulan
Hubungan ekonomi antara dua raksasa dunia, AS dan Tiongkok, masih tegang. Kedua negara terus bersaing lewat tarif tambahan, sanksi silang, dan ancaman pembatasan ekspor maupun impor. Situasi ini membuat ketidakpastian global makin besar dan sulit dihindari.
Pelaku pasar kini menunggu hasil pertemuan antara Trump dan Xi Jinping. Banyak yang berharap, pertemuan itu bisa meredakan suhu politik dan menstabilkan hubungan ekonomi kedua negara.
Disclaimer:
Artikel ini ditulis untuk tujuan informasi dan edukasi ekonomi semata. Semua pandangan di dalamnya bukan rekomendasi investasi atau saran keuangan. Pembaca sebaiknya melakukan riset pribadi atau berkonsultasi dengan penasihat keuangan sebelum mengambil keputusan investasi.
Baca juga: Jepang Siapkan Aturan Baru Larang Insider Trading Kripto
Sumber: Yahoo Finance
