Inflasi dan Kekhawatiran Tarif: Fokus Minggu Ini

Pasar saham mengalami tekanan berat minggu lalu akibat ketidakpastian rencana tarif Presiden Donald Trump dan dampaknya terhadap perekonomian. Indeks S&P 500 turun lebih dari 3%, sementara Dow Jones Industrial Average (DJI) kehilangan lebih dari 2% atau sekitar 1.000 poin. Nasdaq Composite mencatat penurunan terbesar, merosot hampir 3,5%, dan kini berada dalam koreksi setelah turun lebih dari 10% dari rekor tertingginya pada Desember.

Sorotan Inflasi dan Sentimen Pasar
Pada minggu mendatang, investor akan mengamati pembaruan penting terkait inflasi, termasuk indeks harga produsen (PPI) dan indeks harga konsumen (CPI). Data ini akan menjadi indikator untuk memahami bagaimana tarif dapat memengaruhi harga di masa depan. Selain itu, ekspektasi inflasi dan sentimen konsumen juga akan menjadi perhatian utama.

Dalam hal laporan keuangan perusahaan, minggu ini cenderung lebih tenang. Oracle (ORCL) dan Adobe (ADBE) menjadi dua nama besar yang akan melaporkan kinerja mereka.

Laporan Ketenagakerjaan Februari: Sedikit Kejutan
Laporan ketenagakerjaan AS pada Februari menunjukkan penambahan 151.000 pekerjaan, sedikit di bawah ekspektasi, sementara tingkat pengangguran naik tipis menjadi 4,1%. Ekonom menilai hasil ini lebih baik daripada yang ditakutkan mengingat tanda-tanda perlambatan ekonomi lainnya. Bank of America menyebut laporan ini sebagai “angin segar kecil” di tengah kekhawatiran pasar.

Meski demikian, pertanyaan besar tetap ada: kapan Federal Reserve akan kembali memangkas suku bunga? Ketua The Fed Jerome Powell dalam pidatonya Jumat lalu menegaskan bahwa langkah pemotongan suku bunga belum mendesak.

CPI Februari: Petunjuk Awal Dampak Tarif
Rabu mendatang, data terbaru CPI untuk Februari akan dirilis. Ekonom memperkirakan inflasi tahunan turun menjadi 2,9% dari 3% pada Januari, sementara kenaikan bulanan diperkirakan melambat menjadi 0,3% dari 0,5%. Inflasi inti (yang tidak memasukkan harga pangan dan energi) juga diperkirakan menurun sedikit.

Namun, analis memperingatkan bahwa data ini hanya menjadi gambaran awal dampak tarif terhadap inflasi. Dalam catatannya, ekonom Wells Fargo menyebut bahwa inflasi kemungkinan akan naik kembali pada musim semi dan tetap berada di kisaran 3% sepanjang tahun ini.

Bukan Sinyal Resesi, Hanya Perlambatan
Kekhawatiran pasar saat ini lebih terfokus pada perlambatan ekonomi daripada ancaman resesi. Beberapa bank besar seperti Morgan Stanley dan Goldman Sachs telah menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi AS untuk kuartal pertama atau sepanjang tahun, tetapi tidak memprediksi kontraksi besar. Goldman Sachs, misalnya, memperkirakan kemungkinan resesi dalam 12 bulan mendatang hanya naik dari 15% menjadi 20%.

Data dari FactSet menunjukkan bahwa pembahasan tentang resesi di kalangan perusahaan juga minim, dengan hanya 13 perusahaan S&P 500 yang menyebutkan istilah ini dalam laporan pendapatan mereka—angka terendah sejak awal 2018.

Meski demikian, ketidakpastian tetap membayangi pasar. Menurut mantan Ketua Dewan Penasihat Ekonomi AS Jason Furman, perlambatan saat ini lebih dipicu oleh perubahan ekspektasi pasar dan sentimen yang hati-hati, bukan karena perubahan mendasar dalam ekonomi. “Ekonomi tidak sedang berbalik arah secara tajam, tetapi semuanya mengarah pada perlambatan,” ujarnya.

Dengan minggu yang penuh sorotan pada inflasi dan sentimen pasar, investor akan terus memantau perkembangan terbaru untuk mendapatkan petunjuk tentang arah ekonomi di masa mendatang.

Dapatkan Wawasan Lebih! Klik di Sini untuk Artikel Lainnya