Bitcoin Turun 25% dari Puncak Tertingginya, Apa yang Terjadi?
Bitcoin mengalami penurunan signifikan sebesar 25% dari rekor tertingginya di $108,786 pada 20 Januari lalu. Tekanan ini muncul akibat indikator inflasi yang mengarah ke kebijakan moneter ketat, sehingga mendorong investor untuk mengurangi risiko. Selain itu, arus keluar dana dari ETF berbasis Bitcoin di Wall Street semakin memperburuk sentimen pasar.
Meskipun data indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi inti (Core PCE) di AS sesuai dengan ekspektasi analis—turun dari 2,9% menjadi 2,6% dalam setahun—Bitcoin hanya mencatat kenaikan kecil ke $81,800. Sebelumnya, Bitcoin sempat anjlok hingga $78,400, kehilangan lebih dari 6% dalam 24 jam, dan mencapai level terendah dalam tiga bulan terakhir.
Koreksi Teknis atau Ada Faktor Lain?
Menurut analis dari B2BINPAY, ini adalah koreksi signifikan pertama sejak Bitcoin mencapai puncak tertingginya enam minggu lalu. Mereka menyebut bahwa koreksi ini bersifat teknikal, tetapi diperburuk oleh faktor eksternal seperti kebijakan tarif Trump dan ketegangan perdagangan global.
Para pengamat pasar sepakat bahwa volatilitas Bitcoin masih berlanjut. Dari perspektif teknikal, jika harga mendekati level support pada 3-month SMA di $71,880 tetapi gagal kembali ke kisaran $80,000, maka prospek harga bisa menjadi kurang menguntungkan dan membuka peluang penurunan lebih lanjut.
Bank investasi Standard Chartered bahkan memprediksi Bitcoin bisa menguji kembali level $69,000 pada awal Maret. Data dari IntoTheBlock menunjukkan adanya akumulasi besar antara $60,000 hingga $72,000, yang berpotensi menjadi zona pertahanan sebelum Bitcoin mengalami penurunan yang lebih dalam.
Apa langkah selanjutnya bagi Bitcoin? Apakah ini kesempatan beli atau justru sinyal waspada? Simak analisa lengkapnya di Sini dan dapatkan update terbaru mengenai pergerakan pasar!